Budi Arie Dituding Terlibat Perlindungan Situs Judi Online
Nama Menteri Koperasi dan UKM, Budi Arie Setiadi, kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, dugaan keterlibatannya dalam praktik perlindungan situs judi online saat masih menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika menjadi bahan pembicaraan luas. Tuduhan tersebut muncul dalam sidang terbuka yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan diperkuat oleh pernyataan tokoh nasional Mahfud MD.
Mahfud MD: Bukan Fitnah, tapi Fakta Sidang
Mahfud menyatakan bahwa dugaan terhadap Budi Arie bukan sekadar opini atau isu liar yang beredar di media sosial. Menurutnya, informasi ini berasal dari dokumen resmi dalam proses hukum yang sedang berlangsung. “Itu bukan fitnah, tapi fakta sidang,” tegas Mahfud, yang dikenal lantang dalam menyuarakan isu hukum dan korupsi.
Namun demikian, Budi Arie sendiri telah membantah keras narasi yang menyebut dirinya menerima 50 persen dari hasil perlindungan situs-situs judi online (judol). Ia menegaskan bahwa dirinya tidak pernah meminta maupun menyetujui pembagian uang tersebut. Menurutnya, nama dirinya hanya disebut oleh para tersangka dalam dakwaan, dan bukan merupakan bagian dari tindakan yang ia inisiasi.
“Cerita soal saya menerima 50 persen dari hasil perlindungan situs judol itu adalah bagian dari kongkalikong para tersangka. Itu bukan permintaan saya, bukan juga perintah saya,” ujar Budi Arie dalam pernyataan klarifikasinya.
Nama Budi Arie disebut dalam dakwaan kasus dugaan perlindungan situs judi online yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Rabu, 14 Mei lalu. Dalam perkara ini, terdapat empat terdakwa:
- Zulkarnaen Apriliantony, yang disebut sebagai teman dekat Budi Arie,
- Adhi Kismanto, pegawai Kemenkominfo,
- Alwin Jabarti Kiemas, Direktur Utama PT Djelas Tandatangan Bersama, dan
- Muhrijan alias Agus, yang disebut sebagai utusan dari salah satu direktur di Kemenkominfo.
Dalam dakwaan disebutkan, Muhrijan awalnya menawarkan skema pembayaran kepada Zulkarnaen sebesar Rp3 juta per situs judi online. Setelah negosiasi, tarif dinaikkan menjadi Rp8 juta per situs, yang kemudian dibagi dalam skema: 50 persen untuk Budi Arie, 30 persen untuk Zulkarnaen, dan 20 persen untuk Adhi Kismanto.
“Pembagian tersebut sesuai dengan yang disebutkan terdakwa, yaitu 20 persen untuk Adhi Kismanto, 30 persen untuk Zulkarnaen Apriliantony, dan 50 persen untuk Budi Arie Setiadi,” kata jaksa dalam sidang.
Meski nama Budi Arie disebut dalam dakwaan, belum ada keputusan hukum yang menyatakan keterlibatannya secara sah. Namun, kemunculan namanya dalam dokumen resmi pengadilan membuat masyarakat menanti kelanjutan proses hukum ini dengan penuh perhatian.
Kasus ini menjadi ujian serius bagi komitmen pemerintah dalam pemberantasan judi online dan bersih-bersih di lingkungan kementerian. Sementara itu, publik menuntut agar proses hukum berjalan transparan, adil, dan tidak tebang pilih.